Secara garis besarnya kegiatan
ini di awali dengan tela’ah konsep ajaran akhlaq yang memuat materi pokok
tentang Pembentukan Akhlaq Al-Karimah, baik yang termuat dalam kitab suci
Al-Qur’an maupun dalam Hadits. Lebih lanjut konsep ini akan memberikan gambaran
menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara pencipta, manusia dan
lingkungannya dalam konteks pembentukan insan kamil (yang berfklaq al-karimah)
sebagai tujuan akhir pendidikan Islam.
Disini tergambar kejelasan
mengenai hubungan dan keterkaitan manusia yang berkahlaq al-karimah dengan
nilai-nilai Ilahiyat dalam bersikap dan bertingkah laku, dilihat dari sudut
pandang pendidikan Islam. Khalayak biasanya mengartikan "insan kamil"
sebagai manusia sempurna, Sebagai aktualisasi dan contoh yang pernah ada hidup
di permukaan bumi ini adalah sosok Rasulullah Muhammad Saw. Tapi sayang sosok
Nabi yang agung ini hanya dilihat dan diikuti dari segi fisik dan ketubuhan
beliau saja. Artinya Beliau hanya dilihat secara partial saja, padahal kita mau
membicarakan kesempurnaan beliau. Lalu berduyun duyunlah "pakar"
Islam dari masa ke masa menulis, menganjurkan, bahkan menjadi perintah yang
hampir mendekati taraf "wajib", kepada umat Islam untuk mengikuti
contoh "perilaku" Nabi sampai kepada yang sekecil-kecilnya.
Akan tetapi dari sekian banyak
perintah itu sayangnya "sebagian besar" hanya tertuju kepada
mengikuti contoh perilaku fisik Rasulullah, sehingga begitu banyaknya kita
lihat manusia dengan "atribut fisik" mirip Rasulullah. Tampilan fisik
kita bukan saja mirip dalam segi pakaian dan ciri ketubuhan lainnya, akan
tetapi juga mirip dalam ritual dan gerakan-gerakan bahkan bacaan-bacaan dalam
ibadah beliau.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah diatas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:
1. Pengertian insan kamil & moral menurut islam
2. Bagaimana Ciri-ciri Insan kamil.
3. Bagaimana Proses pembentukan Insan kamil.
4. Bagaimana penerapan moral menurut islam untuk membentuk insan kamil
C.
Tujuan
Agar pelajar khususnya mahasiswa dapat mengerti pentingnya memahami moral
menurut islam dan insan kamil, mengetahui Ciri-ciri
Insan kamil, memahami Proses pembentukan Insan kamil, memahami penerapan
moral menurut islam untuk membentuk insan kamil.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN INSAN KAMIL
Insan kamil berasal dari bahasa arab, yaitu dari dua
kata: Insan dan Kamil. Secara harfiah, Insan berarti manusia, dan kamil berarti
sempurna. Dengan demikian, insan kamil berarti manusia yang sempurna. Menurut Dr. H. Abuddin Nata, M.A. dalam
bukunya Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa kata insan menunjukkan pada sesuatu
yang secara khusus digunakan untuk arti manusia dari segi sifatnya.
Di dalam Al-Quran telah dijumpaidan dibedakandengan
istilah basyar dan al-nas. Kata insan jamaknya kata al-nas. Kata insan
mempunyai tiga asal kata. Pertama, berasal dari kata anasa yang mempunyai arti
melihat, mengetahui dan minta izin.yang kedua, berasal dari kata nasiya yang
artinya lupa. Yang ketiga berasal darikata al-uns yang artinya jinak, lawan
dari kata buas. Dengan bertumpu pada
asal kata anasa, maka insan mengandung arti melihat, mengetahui dan meminta
izin dan semua arti ini berkaitan dengan kemampuan manusia dalam bidang
penalaran, sehingga dapat menerima pengajaran. Selanjutnya dengan bertumpu pada
akar kata nasiya, insan mengandung arti lupa dan menunjukkan adanya kaitan
dengan kesadaran diri. Manusia lupa terhadap sesuatu karena ia kehilangan kesadaran
terhadap hal tersebut. Orang yang lupa dalam agama dapat dimaafkan, karena hal
yang demikian termasuk sifat insaniyah. Sedangkan kata insan jika dilihat dari
aslnya al-uns, atau anisa yang artinya jinak, mengandung arti bahwa manusia
sebagai makhluk yang dapat hidup berdampingan dan dapat dipelihara, jinak.
Dilihat dari sudut kata insan yang berasal dari kata
al-uns, anisa, nasiya dan anasa maka dapatlah dikatakan bahwa kata insan
menunjukkan pada suatu pengertian yang ada kaitannya dengan sikap yang lahir
dari adanya kesadaran penalaran. Selain itu sebagai insan manusia pada dasarnya
jinak, dapat menyesuaikan dengan realitas hidup an lingkungan yang ada. Manusia
mempunyai kemampuan adptasi yang cukup tinggi, untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan sosial maupun
alamiah. Manusia menghargai tata aturan, etik, sopan santun dan sebagai makhluk
yang berbudi, ia tidak liar, baik secara sosial maupun secara alamiah.
Selanjutnya
kata insan dalam al-Qur’an di sebut sebanyak 65 kali dalam 63 ayat, dan di
gunakan untuk menyatakan manusia dalam lapangan kegiatan yang amat luas. Musa
Asy,ari menyebutkan lapangan kegiatan insan dalam 6 bidang. Pertama untuk
menyatakan bahwa manusia menerima pelajaran dari tuhan tentang apa yag di
ketahuinya (Q.S.96:1-5) kedua, manusia mempunyai musuh yang nyata, yaitu
setan.(Q.S.12:5) ketiga, manusia memikul amanat dari tuhan.(Q.S.33:72) keempat,
manusia harus menggunakan waktu dengan baik (Q.S 105:1-3) kelima, manusia hanya
akan mendapatkan bagian dari apa yang telah di kerjakannya.(Q.S 53:39) keenam,
manusia mempunya keterikatan dengan moral atau sopan santun (Q.S 29:8).
Berdasarkan
petunjuk ayat-ayat tersebut manusia di gunakan al-Qur’an untuk menunjukkan
makhluk yang dapat belajar, mempunyai musuh (setan), dapat menggunakan waktu,
dapat memikul amanat, punya keterkaitan dengan moral, dapat berternak (Q.S
28:23), menguasai lautan (Q.S 2:124), dapat mengelolah biji besi dan logam (Q.S
57:25), melakukan perubahan sosial (Q.S 3:140), memimpin (Q.S 2:124), menguasai
ruang angkasa (Q.S 55:33), beribadah (Q.S 2:21), akan di hidupkan di akhirat
(Q.S 17:71).
Semua
kegiatan yang di sebutkan al-Qur’an di atas, di kaitkan dengan pengguanaan kata
insan di dalamnya, menunjukkan bahwa semua kegiatan itu pada dasarnya adalah
kegiatan yang di sadari dan berkaitan dengan kapasitas akalnya dan aktualitas
dalam kehidupan konkret, yaitu perencanaan, tindakan dan akibat-akibat atau
perolehan-perolehan yang di timbulkannya. Berdasarkan keterangan tersebut istiah
insan ternyata menunjukkan kepada makhluk yang dapat melakukan berbagai
kegiatan karena memiliki berbagai potensi baik yang bersifat fisik, moral,
mental maupun intelektual. Manusia yang dapat mewujudkan perbuatan-perbuatan
tersaebut itulah yang di sebut insan kamil. Kata insan lebih mengaacu kepada
manusia yang dapat melakukan berbabagai kegiatan yang bersifat moral,
intelektua, sosial dan rohaniah dan unsur insaniyah inilah yang selanjutnya di
sebut sebagai makhluk yang memiliki instuisi, sifat lahut, dan sifat ini pula
yag dapat baqa dan bersatu secara rohaniyah dengan Tuhan dalam Tasawuf, sebagai
mana telah di uraikan di atas.
Selanjutnya
al-Nas digunakan al-Qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau
masyarakat yang mempunyai berbagai kegiatan untuk mengembangkan kehidupannya,
seperti kegiatan bidang peternakan, penggunaan logam besi, penguasaan laut,
melakukan perubahan sosial dan kepemimpinan.
Berdasarkan
keterangan tersebut kita melihat bahwa islam dengan sumber ajarannya al-Qur’an
telah memotret manusia dalam sosoknya yang benar-benar utuh dan menyeluh.
Seluruh sisi dan aspek dari keidupan manusia dipotret dengan cara yang amat
akurat, dan barang kali tidak ada kitab lain didunia ini yang mampu memotret
manusia yang utuh itu, selain itu al-Qur’an. Apa yang dikemukakan al-Qur’an ini
jelas sangat membantu untuk menjelaskan konsep insan kamil.
Dengan
demikian, insan kamil lebih ditujukan kepada manusia yang sempurna dari segi
pengembangan potensi intelektual, rohaniah, intuisi, kata hati, akal sehat,
fitrah dan lainnya bersifat batin, dan bukan pada manusia dari dimensi
basyariahnya. Pembinaan kesempurnaan basyariah bukan menjadi bidang garapan
tasawuf, tetapi menjadi garapan fikih. Dengan perpaduan fikih dan tasawuf
inilah insan kamil akan lebih terbina lagi. Namun insan kamil lebih ditekankan
pada manusia yang sempurna dari segi insaniyanya, atau segi potensi
intelektual, rohaniah dan lainnya itu.
Insan
kamil juga berarti manusia yang sehat dan terbina potensi rohaniahnya sehingga
dapat berfungsi secara optimal dan berubungan dengan Allah dan dengan makhluk
lainnya secara benar menurut akhlak islami. Manusia yang selamat rohaniah
itulah yang diharapkan dari manusia insan kamil. Manusia yang demikian inilah
yang akan selamat hidupnya di dunia dan akhirat. Hal ini sejalan dengan firman
Allah SWT QS As-Syuro: 88-89
ان الله لا ينظر الي صوركم ولا الي اجسا مكم واموالكم ولكن ينظر الي
قلوبكم واعمالكم
“Sesungguhnya
Allah SWT. tidak akan melihat pada rupa, tubuh dan harta kamu, tetapi Allah
melihat pada hati dan perbuatan kamu.(HR. thabrani).”
Ayat
dan hadist tersebut di atas menunjukkan bahwa yang akan membawa keselamatan
manusia adalah batin, rohani, hati dan perbuatan yang baik. Orang yang demikian
itulah yang dapat disebut sebagai insan kamil. Pada ayat lain di dalam
al-Qur’an banyak dijumpai bahwa yang kelak akan dipanggil masuk surga adalah
jiwa yang tenang (nafsu muthmainnah).
B. Ciri - ciri Insan Kamil
Menurut Murthadho Muttari manusia sempurna (Insan Kamil) yakni mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan.
Orang islam perlu memiliki
jasmani yang sehat serta kuat, terutama berhubungan dengan penyiaran dan
pembelaan serta penegakkan agama islam. Dalam surah al-Anfal : 60, disebutkan
agar orang islam mempersiapkan kekuatan dan pasukan berkuda untuk menghadapi
musuh-musuh Allah. Jasmani yang sehat serta kuat berkaitan pula dengan
menguasai keterampilan yang diperlukan dalam mencari rezeki untuk kehidupan.
2. Cerdas serta pandai.
Cerdas ditandai oleh adanya
kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan tepat, sedangkan pandai
ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan (banyak memiliki informasi). Didalam
surah az-Zumar : 9 disebutkan sama antara orang yang mengetahui dan orang yang
tidak mengetahui, sesungguhnya hanya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.
3. Ruhani yang berkualitas tinggi.
Kalbu yang berkualitas tinggi
itu adalah kalbu yang penuh berisi iman kepada Allah, atau kalbu yang taqwa
kepada Allah. Kalbu yang iman itu ditandai bila orangnya shalat, ia shalat
dengan khusuk, bila mengingat Allah kulit dan hatinya tenang bila disebut
nama Allah bergetar hatinya bila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah,
mereka sujud dan menangis.
Sifat – sifatnya manusia yang sempurna terdiri dari :
Keimanan, Ketaqwaan, Keadaban, Keilmuan, Kemahiran, Ketertiban, Kegigihan dalam
kebaikan dan kebenaran, Persaudaraan, Persepakatan dalam hidup, Perpaduan umah.
Untuk cara-cara mencapainya ialah dengan:
Istigfar kepada allah SWT, Ikhlas, Sabar, Cermat,Optimis, Syukur
Adapun beberapa ciri – ciri
atau kriteria Insan Kamil yang dapat kita lihat pada diri Rasulullah SAW yakni
4 sifat yakni :
a. Sifat amanah (dapat dipercaya)
Amanah / dapat dipercaya maksudnya ialah dapat memegang apa yang
dipercayakan seseorang kepadanya. Baik itu sesuatu yang berharga maupun sesuatu
yang kita anggap kurang berharga.
b. Sifat fathanah (cerdas)
Seseorang yang memiliki kepintaran di dalam bidang fomal atau di sekolah
belum tentu dia dapat cerdas dalam menjalani kehidupannya. Cerdas ialah sifat
yang dapat membawa seseorang dalam bergaul, bermasyarakat dan dalam menjalani
kehidupannya untuk menuju yang lebih baik.
c. Sifat siddiq (jujur)
Jujur adalah sebuah kata yang sangat sederhana sekali dan sering kita jumpai,
tapi sayangnya penerapannya sangat sulit sekali di dalam bermasyarakat. Sifat
jujur sering sekali kita temui di dalam kehidupan sehari – hari tapi tidak ada
sifat jujur yang murni maksudnya ialah, sifat jujur tersebut mempunyai tujuan
lain seperti mangharapkan sesuatu dari seseorang barulah kita bisa bersikap
jujur.
d. Sifat Tabligh (menyampaikan)
Maksudnya tabligh disini ialah menyampaikan apa yang seharusnya di dengar
oleh orang lain dan berguna baginya. Tentunnya sesuatu yang akan disampaikan
itu pun haruslah sesuatu yang benar dan sesuai dengan kenyataan.
Untuk mengetahui ciri-ciri insan kamil dapat ditelusuri pada
berbagai pendapat yang dikemukakan para ulama yang ke ilmuannya sudah diakui,
termasuk di dalamnya aliran-aliran. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Berfungsi
Akalnya Secara Optimal
Fungsi akal secara optimal dapat dijumpai pada pendapat kaum
Muktazilah. Menurutnya manusia yang akalnya berfungsi secara optimal dapat
mengetahui bahwa segala perbuatan baik seperti adil, jujur, berakhlak sesuai
dengan essensinya dan merasa wajib melakukan semua itu walaupun tidak
diperintahkan oleh wahyu. Dan manusia yang demikianlah yang dapat mendekati
tingkat insan kamil. Dengan demikian insan kamil akalnya dapat mengenali
perbuatan yang baik dan perbuatan buruk karena hal itu telah terkandung pada
essensi perbuatan tersebut.
2.
Berfungsi
Intuisinya
Insan kamil dapat juga dicirikan dengan berfungsinya intuisi yang
ada dalam dirinya. Intuisi ini dalam pandangan Ibn Sina disebut jiwa manusia
(rasional soul). Menurutnya jika yang berpengaruh dalam diri manusia adalah
jiwa manusianya, maka orang itu hampir merupai malaikat dan mendekati
kesempurnaan.
3.
Mampu
Menciptakan Budaya
Menurut Ibn Khaldun manusia adalah makhluk berpikir. Sifat-sifat
semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Lewat kemampuan berpikirnya
itu, manusia tidak hanya membuat kehidupan nya, tetapi juga menaruh perhatian
terhadap vervagai cara guna memperoleh makna hidup. Proses-proses semacam ini
melahirkan peradaban.
4.
Menghiasi Diri
dengan Sifat-sifat Ketuhanan
Manusia memiliki tanggung jawab yang besar, karena memiliki daya
kehendak yang bebas. Manusia yang ideal itulah yang disebut insan kamil, yaitu
manusia yang dengan sifat-sifat rendah yang lain. Sebagai khalifah Allah dimuka
bumi ia melaksanakan amanat dengan melaksanakan perintah-Nya.
5.
Berakhlak Mulia
Sejalan dengan ciri keempat diatas, insan kamil juga adalah manusia
yang berakhlak mulia. Hal ini sejalan dengan pendapat Ali Syari’ati yang
mengatakan bahwa manusia yang sempurna memiliki tiga aspek, yakni aspek
kebenaran, kebaikan, dan keindahan. Dengan kata lain ia memiliki pengetahuan,
etika dan seni. Semua ini dapat dicapai dengan kesadaran, kemerdekaan dan
kreativitas.
6.
Berjiwa
Seimbang
Perlunya seimbang dalam kehidupan, yaitu seimbang antara pemenuhan
kebutuhan material dengan spiritual atau ruhiyah. Ini berarti perlunya ditanamkan jiwa
sufistik yang dibarengi dengan pengamalan syariat Islam, terutama ibadah,
zikir, tafakkur, muhasabbah, dan seterusnya.
Uraian di atas diyakini belum menjelaskan ciri-ciri insan kamil
secara keseluruhan. Tetapi ciri-ciri itu saja jika diamalkan secara konsisten
dipastikan akan mewujudkan insan kamil dimaksud. Seluruh ciri tersebut
menunjukkan bahwa insan kamil lebih menunjukkan pada manusia yang segenap
potensi intelektual, intuisi, rohani, hati sanubari, ketuhanan, fitrah dan
kejiwaannya berfungsi dengan baik. Jika demikian halnya, maka upaya mewujudkan
insan kamil perlu diarahkan melalui pembinaan intelektual, kepribadian, akhlak,
ibadah, pengalaman tasawuf, bermasyarakat, research dan lain sebagainya.
C. Proses Pembentukan Insan Kamil
Proses atau tahapan pembentukan
insan kamil dibedakan menjadi beberapa bagian antara lain :
1. Proses Pembentukan Kepribadian.
Dapat dipahami bahwa insan
kamil merupakan manusia yang mempunyai kepribadian muslim yang diartikan
sebagai identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas dari keseluruhan
tingkah laku baik yang ditampilkan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun
sikap batinnya. Tingkah laku lahiriyah seperti kata-kata, berjalan, makan,
minum, berhadapan dengan teman, tamu, orang tua, guru, teman sejawat, anak
famili dan lain-lainnya.
Sedangkan sikap batin seperti
penyabar, ikhlas, tidak dengki dan sikap terpuji lainnya yang timbul dari
dorongan batin, yakni terwujudnya perilaku mulia sesuai dengan tuntunan Allah
SWT, yang dalam istilah lain disebut akhlak mulia yang ditempuh melalui proses
pendidikan Islam. Sabda Rasululah SAW yang artinya: “sesungguhnya aku diutus
adalah untuk membetuk akhlak mulia” Dalam kaitan dengan hal itu dalam satu
hadits beliau pernah bersabda : “Orang mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya”.
2. Pembentukan Kepribadian Muslim.
Kepribadian muslim dapat
dilihat dari kepribadian orang perorang (individu) dan kepribadian dalam
kelompok masyarakat (ummah). Kepribadian individu meliputi ciri khas seseorang
dalam sikap dan tingkahlaku, serta kemampuan intelektual yang dimilikinya.
a. Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Individu
Proses pembentukan kepribadian muslim sebagai individu dapat
dilakukan melalui tiga macam pendidikan.
1. Pranata Education (Tarbiyah Golb Al-Wiladah)
Proses pendidikan jenis ini dilakukan secara tidak langsung.
Proses ini dimula disaat pemilihan calon suami atau istri dari kalangan yang
baik dan berakhlak. Sabda Rasulullah SAW : “ Pilihlah tempat yang sesuai untuk
benih (mani) mu karena keturunan. Kemudian dilanjutkan dengan sikap prilaku
orang tua yang islam”.
2. Education by Another (Tarbiyah Ma’aghoirih).
Proses pendidikan ini dilakukan
secara langsung oleh orang lain (orang tua di rumah tangga, guru di sekolah dan
pemimpin di dalam masyarakat dan para ulama). Manusia sewaktu dilahirkan tidak
mengetahui sesuatu tentang apa yang ada dalam dirinya dan diluar dirinya.
Firman Allah SWT yang artinya : “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu tidaklah kamu mengetahui apapun dan Ia menjadikan bagimu pendengaran,
penglihatan dan hati ” ( Q.S. An-Nahl : 78 )
3. Self Education (Tarbiyah Al-Nafs)
Proses ini dilaksanakan melalui kegiatan pribadi tanpa bantuan
orang lain seperti membaca buku-buku, majalah, Koran dan sebagainya melalui
penelitian untuk menemukan hakikat segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
Menurut Muzayyin, Self Education timbul karena dorongan dari naluri kemanusiaan
yang ingin mengetahui. Ia merupakan kecenderungan anugrah Tuhan. Dalam ajaran
islam yang menyebabkan dorongan tersebut adalah hidayah. Firman Allah SWT yang
artinya : “Tuhan kami adalah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap
makhluk bentuk kejadiannya kemudian memberinya petunjuk” (QS. Thoha:50)
b. Pembentukan Kepribadian Muslim sebagai Ummah.
Komunitas muslim ini disebut
ummah. Abdullah al-Darraz membagi kajian pembentukan itu menjadi empat tahap,
sebagaimana dikutip sebagai berikut :
1. Pembentukan nilai-nilai Islam dalam keluarga
Bentuk penerapannya adalah:
dengan cara melaksanakan pendidikan akhlak di lingkungan rumah tangga,
langkah-langkah yang di tempuh adalah:
·
Memberikan bimbingan berbuat
baik kepada kedua orang tua
·
Memelihara anak dengan kasih sayang
·
Memberikan tuntunan akhlak
kepada anggota keluarga
·
Membiasakan untuk menghargai
peraturan dalam rumah tangga
·
Membiasakan untuk memenuhi hak
dan kewajiban antara kerabat
2. Pembentukan nilai-nilai islam dalam hubunga social
Kegiatan pembentukan hubungan sosial mencangkup sebagai
berikut:
·
Melatih diri untuk tidak
melakukan perbuatan keji dan tercela
·
Mempererat hubungan kerjasama
·
Menggalakkan perbuatan terpuji
dan memberi manfaat dalam kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan, dan
menepati janji
·
Membina hubungan menurut tata
tertib seperti berlaku sopan, meminta izin masuk rumah orang lain.
·
Perbuatan nilai-nilai islam
dalam berkehidupan sosial bertujuan untuk menjaga dan memelihara keharmonisan
hubungan antar sesama anggota masyarakat.
D. Peranan moral menurut islam dalam Pembentukan Insan Kamil
Penerapan akhlaq/moral menurut pandangan islam dalam
pembentukan insane kamil dalam kehidupan sehari – hari bukanlah perkara mudah, karena dari
segi arti saja moral menuruk panadangan islam adalah ahlak yang baik dan
insan kamil yaitu manusia yang sempurna. Sedangkan manusia sendiri, seperti
yang telah kita ketahui tak ada yang terlahir dengan sempurna. Manusia adalah
tempat segala kesalahan dan kekhilafan berasal. Namun kesempurnaan yang dimaksudkan di sini bukanlah kesempurnaan dalam
arti tak pernah melakukan kesalahan sama sekali. Tak ada manusia yang tak
pernah melakukan kesalahan, itu kodrat. Karena itulah telah disebutkan sebelumnya
bahwa salah satu cara untuk mencapai moral islam dalam pembentukan insan
kamil adalah dengan bertaubat dengan syarat – syaratnya dan bertaubat hanya
dilakukan oleh orang yang merasa melakukan kesalahan. Meskipun begitu,
seseorang yang ingin mencapai tingkatan insan kamil harus tetap menjaga segala
tingkah lakunya, agar jangan sampai keluar dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Disamping itu, seorang insan kamil juga harus menjaga diri dari kesalahan –
kesalahan yang mungkin dianggap kecil dalam kehidupan sehari – hari, seperti
tergesa – gesa dan tidak cermat. Melahirkan insan yang kamil bukanlah semudah
memberi pendidikan secara formal dari kecil sehingga dewasa.
Tanggung jawab dari dalam diri insan itu sendiri. Kesadaran
ini bukan saja merangkumi aspek kecintaan terhadap negara, bangsa dan agama
malah menyeluruh meliputi keinsafan dan kesedaran tentang tanggungjawab setiap
manusia sesama manusia dan kepada Penciptanya. Oleh hal yang demikian itu,
pembelajaran dan pendidikan sepanjang hayat harus terwujud dalam setiap diri
manusia. Di zaman sekarang ini sangat sulit bagi kita untuk dapat meihat atau
menemukan seseorang yang menerapkan insan kamil di dalam kehidupannya, seperti
yang kita tahu insan kamil merupakan perwujudan dari sifat – sifat dan
perbuatan nabi Muhammad SAW yang sangat sempurna yang tidak semua orang dapat
melakukannya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa moral
menurut pandangan islam yang dalam membentuk insan kamil merupakan suatu
manusia yang mempunyai kepribadian seorang muslim yang diartikan sebagai
identitas yang dimiliki seseorang sebagai ciri khas keseluruhan tingkah laku
baik yang diampilkan dalam tingkah laku secara lahiriyah maupun sikap batinya.
Insan kamil sendiri merupakan suatu sosok manusia yang mempunyai kepribadian
muslim yang sempurna. Insan berarti menunjukkan pada arti manusia secara
totalitas yang secara langsung mengarah pada totalitas, bukan berarti fisiknya
namun dari segi sifatnya. Sedangkan kata yang berarti sempurna, hal ini
digunakan untuk menunjukkan pada zat dan sifat.
Dalam hal ini kepribadian muslim merupakan suatu yang lebih
abstrak atau suatu yang terlihat lagi dari pada kedewasaan rohaniah. Dan
dijelaskan pula tentang konsep moral menurut islam, ciri-ciri Insan kamil,
proses pembentukan Insan kamil, penerapan moral menurut islam untuk membentuk
insan kamil, hanya ditujukan supaya manusia bisa belajar akan penting prilaku
yang baik dan bisa membentuk kepribadian yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Abuddin Nata, M.A, Akhlak Tasawuf, 2002. Jakarta :
PT. Raja Grapindo Persada
Muthari Murtalha, Manusia
Sempurna, 2003, Jakarta, Lentera
Syukur, M. Amin, dan Usman, Fathimah. Insan Kamil. 2005. Semarang :
CV. Bima Sejati.
Supiana dan Karman, M. Materi PendidikanAgamaIslam.2009.Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya